Sragen – Fakta baru kembali terkuak terkait proyek wahana wisata yang mangkrak di Desa Jirapan, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. Beberapa tenaga kerja, khususnya penjaga malam saat awal pembangunan, mengaku hingga kini belum menerima bayaran.
Seorang pekerja yang enggan disebut namanya membeberkan bahwa dirinya bersama rekannya bekerja menjaga material serta menyiram tanaman selama musim kemarau, bahkan sampai dini hari. “Iya mas, kita jaga malam dan nyiram tanaman sampai pagi berdua, selama empat bulan. Tapi sampai sekarang tidak dibayar,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Janji Politik Kepala Desa Gagal Terbukti : Kekecewaan juga datang dari kalangan pemuda Dukuh Genjahan. Mereka mengaku pernah dijanjikan lapangan kerja oleh Kepala Desa Jirapan, Sindu Praptono, menjelang pencalonan kades. “Pak lurah waktu itu janji kalau terpilih, wahana bisa dikelola pemuda. Kita disuruh bikin surat lamaran, katanya bisa kerja jaga parkir atau di wahana. Tapi semua hanya janji manis, sampai sekarang tidak ada,” tutur salah seorang warga.
Tak hanya itu, muncul pula informasi adanya setoran parkir di depan kios yang diduga mengalir ke kantong kepala desa. “Setiap hari ada setoran Rp40 ribu dari parkir depan kios yang masuk ke pak kades,” beber seorang warga.
Bahkan, puluhan pemuda-pemudi yang sudah memasukkan lamaran kini hanya bisa gigit jari lantaran proyek wahana tersebut terbukti fiktif dan mangkrak.
Persoalan Jembatan dan Dana Desa : Warga juga menyinggung janji lain terkait pembangunan jembatan desa. Sebelumnya jembatan sempat diganti bambu selama hampir setahun, hingga akhirnya mendapat bantuan dari Solo. “Itu jembatan jalan desa, tapi malah bantuan dari luar, bukan dari desa. Dana sosial kok dipakai bukan semestinya,” tambah warga lain.
Dugaan Kolam Renang Fiktif dan Kerjasama Bermasalah : Kasak-kusuk soal dugaan kolam renang fiktif dan sewa kios di Desa Jirapan makin mencuat. Warga menuding ada kejanggalan dalam kerjasama BUMDes Wahana dengan pihak ketiga. Dalam perjanjian, bangunan dikelola pihak ketiga selama 15 tahun, dengan kewajiban memberikan retribusi Rp40 juta per tahun serta satu kios untuk kantor BUMDes.
Namun, sejak tahun keempat BPD sudah mengingatkan soal retribusi yang tak kunjung disetorkan dan kios kantor BUMDes yang belum diserahkan. Hingga tahun kelima berjalan, kesepakatan tak pernah dipenuhi dan bangunan dibiarkan mangkrak.
“Pak kades merasa kebal hukum dan arogan. Janji waterboom, pemancingan, gantangan burung, kuliner, dan permainan anak, semuanya tidak terwujud,” tegas warga.
Camat Masaran Pilih Bungkam : Saat dikonfirmasi awak media Berita Istana, Camat Masaran Ratman memilih bungkam tanpa memberikan jawaban. Diamnya camat justru menimbulkan tanda tanya dan menambah kecurigaan publik.
RAB Desa Harus Transparan : Masyarakat juga menuntut keterbukaan terkait Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang merupakan bagian dari APBDes. “RAB itu bukan rahasia negara. Masyarakat berhak tahu agar bisa mengawasi penggunaan dana desa dan mencegah korupsi,” desak warga.
Dugaan Mark Up Anggaran : Selain persoalan wahana mangkrak, dugaan mark up anggaran dana desa juga mencuat. Informasi yang diterima redaksi menyebut adanya penyimpangan pada penggunaan dana desa di Jirapan. Tim investigasi sempat melakukan pengecekan lapangan dan menemui sejumlah warga pada Rabu (1/9/2025).
Sementara itu, upaya konfirmasi sudah dilakukan kepada Kepala Desa Jirapan, Sindu Praptono, dan Sekretaris Desa melalui WhatsApp. Namun hingga berita ini diterbitkan, pesan yang dikirim hanya berstatus centang dua biru tanpa balasan.(iTO)