Bogor – Proyek pembangunan Bendungan Cibeet di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, yang dimulai pada September 2023 dan direncanakan selesai dalam 1.860 hari atau hingga akhir 2028, kini terancam tidak mencapai target. Hingga Oktober 2024, progres proyek baru mencapai sekitar 2 persen. Lambatnya perkembangan proyek tersebut diduga akibat masalah dalam pengadaan lahan, yang hingga kini belum terselesaikan.
Bendungan Cibeet dibangun di atas lahan seluas 1.700,26 hektar, mencakup delapan desa di Kecamatan Tanjungsari dan Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bendungan ini dirancang untuk menampung 97,53 juta meter kubik air dengan luas genangan 735,61 hektar, yang diharapkan dapat mengatasi masalah banjir dan mendukung irigasi pertanian di wilayah tersebut.
Namun, keterlambatan pembangunan proyek telah memicu kemarahan dari berbagai pihak, termasuk aktivis LSM. Romi Sikumbang, Ketua LSM Pemantau Kinerja Aparatur Negara (Penjara), menyatakan bahwa lambatnya pengadaan lahan oleh Satuan Kerja (Satker) lahan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) lahan, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor menunjukkan adanya indikasi ketidakprofesionalan dalam menjalankan tugas.
“Kami menduga Satker lahan, PPK lahan, dan BPN tidak serius dan profesional dalam menjalankan tugas mereka. Akibatnya, banyak kendala yang muncul dalam pengadaan lahan,” ujar Romi pada Rabu (9/10/2024). Ia menambahkan bahwa lambatnya proses pembebasan lahan berpotensi menyebabkan kerugian bagi negara dan kontraktor, serta memperlambat pelaksanaan proyek.
Menurut Romi, informasi di lapangan menunjukkan bahwa hingga saat ini, progres pembangunan yang dikerjakan oleh PT Nindya Karya baru mencapai 2 persen, padahal proyek telah berjalan hampir setahun. “Satker lahan dan PPK lahan yang ditunjuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) harus bertanggung jawab atas keterlambatan ini,” tambah Romi.
Keterlambatan pengadaan lahan ini, menurut Romi, dapat mengarah pada dugaan pelanggaran hukum. Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindakan yang merugikan keuangan negara bisa dikenai sanksi pidana. Jika terbukti ada kelalaian atau kesengajaan dari pihak terkait, maka sanksi hukum dapat diterapkan.
Proyek Bendungan Cibeet sendiri terbagi menjadi tiga paket pekerjaan yang dikerjakan oleh konsorsium kontraktor. Paket I mencakup urugan kiri bendungan dan bangunan pengelak oleh PT Nindya Karya-PT Adhi Karya-PT Bahagia Bangun Nusa (KSO), Paket II meliputi pembangunan bendungan kanan dan fasilitas umum oleh PT PP-PT Marfri Jaya Abadi-PT Daya Mulia Turangga (KSO), sementara Paket III meliputi pembangunan bendungan tengah dan pelimpah oleh PT Waskita Karya-PT Bumi Karsa-PT KPR (KSO).
Romi mendesak Kementerian PUPR untuk mengevaluasi dan memperbaiki struktur organisasi Satker lahan dan PPK lahan guna mempercepat penyelesaian permasalahan ini. Ia juga meminta BPN segera menyelesaikan berkas lahan warga yang telah dibebaskan untuk memperlancar pembayaran kompensasi.
“Bila tidak ada perubahan, kami khawatir proyek ini akan mangkrak dan gagal memberi manfaat yang dijanjikan kepada masyarakat,” tutup Romi.
Proyek strategis nasional ini sangat penting untuk kepentingan umum, sehingga percepatan pembebasan lahan menjadi kunci keberhasilan penyelesaian pada akhir 2028. Jika masalah ini tidak segera diatasi, risiko proyek terbengkalai dan kerugian negara akan semakin besar.
(Ade)
Sumber: Ridho Detektif