Operasi Galian C Ilegal di Blimbing Sragen: Masyarakat Pertanyakan Pengawasan Pemerintah

CYBER INDONESIA
CYBER INDONESIA
Screenshot_20241113-114358_1

Sragen – Galian C yang berlokasi di Blimbing, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen, diduga beroperasi tanpa izin resmi selama hampir satu bulan terakhir. Hal ini terlihat dari ketiadaan papan nama atau tanda izin resmi di lokasi, Senin (11/11/2024).

Di lokasi tersebut, tampak banyak truk dump pengangkut tanah mondar-mandir dan mengantre. Selain itu, ada dua alat berat jenis begho dengan kapasitas 200 PK yang digunakan untuk kegiatan penambangan.

Saat dikonfirmasi, salah satu petugas penunggu galian menyatakan dirinya hanya sebagai pekerja dan tidak mengetahui perihal izin operasional. “Di sini saya cuma bekerja, untuk izin lebih paham atasan saya yang berasal dari Kabupaten Karanganyar,” ujarnya.

Ketika ditanya mengenai material yang dikeruk, petugas tersebut menyebutkan hanya tanah urug. Namun, tim lapangan yang melakukan pengecekan menemukan adanya material batuan di lokasi penambangan.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pihak manajemen dari pengelola tambang yang bisa dikonfirmasi. Tim media berencana meminta keterangan lebih lanjut dari pihak ESDM Provinsi terkait perizinan tambang ini.

Jika benar kegiatan ini tidak berizin, muncul pertanyaan mengapa pihak penegak hukum tidak melakukan penindakan atau pengawasan ketat. Kegiatan pertambangan tanpa izin seperti ini sebenarnya telah memenuhi unsur pelanggaran yang dapat dikenai sanksi pidana. Namun, kenyataannya praktik tambang ilegal masih marak terjadi di Sragen tanpa sanksi yang tegas dari pihak berwenang.

Dalam hal ini, pelaku tambang ilegal melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Hukuman yang dapat dikenakan adalah pidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal 10 miliar rupiah.

Tambang ilegal galian C juga berpotensi merusak lingkungan, termasuk lahan kritis, perubahan topologi lahan, dan erosi. Bahan tambang golongan C, seperti batu permata, pasir kwarsa, marmer, granit, tanah liat, dan pasir, memiliki potensi merusak lingkungan jika dieksploitasi tanpa prosedur yang benar.

Kerugian yang dirasakan masyarakat sekitar dari tambang ilegal ini, selain dampak lingkungan, juga mencakup hilangnya sumber daya yang seharusnya dikelola secara legal dan berdampak positif bagi pembangunan daerah.

Santoso, pejabat di Dinas ESDM, menegaskan bahwa pihak yang tidak memiliki izin tidak diperbolehkan menambang. “Yang tidak punya izin, tidak boleh menambang. Yang punya izin tetapi masih tahap eksplorasi juga tidak boleh melanjutkan kegiatan,” katanya.

Ia meminta agar seluruh pelaku usaha tambang, terutama yang ilegal, segera mengajukan izin resmi agar kegiatan mereka dapat dimonitor pemerintah. “Terhadap kegiatan yang tidak berizin, maka tambang tersebut akan dihentikan dan ditangani oleh APH. Bagi yang berizin namun tidak sesuai dengan perizinan, kegiatan harus dihentikan sementara hingga izin sesuai ketentuan terpenuhi,” jelas Santoso.

Santoso juga menyampaikan bahwa tambang ilegal di Sragen dan sekitarnya cukup banyak dan tersebar di beberapa kabupaten/kota. Ia berharap langkah penegakan hukum dapat dilakukan secara efektif dan adil untuk menekan maraknya tambang ilegal di wilayah ini.(SAN)

SEBARKAN

Pos terkait